Jerat Maut Menyambut Harimau Sumatera, Ancaman Kepunahan Makin Dekat


Petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat mengangkat bangkai Harimau Sumatera untuk proses Nekropsi di UPTD Rumah Sakit Hewan Sumatera Barat, di Padang, Selasa 16 Mei 2023. Harimau ini ditemukan mati terlilit  sling jerat babi di Jorong Tikalak,  Nagari Tanjung,Beringin Selatan, Kecamatan Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. JHS/Andri Mardiansyah/23
PADANG-Kematian tragis dua ekor Harimau Sumatera akibat jerat dalam dua tahun terakhir di Sumatera Barat menjadi tamparan keras bagi upaya konservasi satwa ikonik Indonesia ini. Kejadian ini bukan hanya sekadar kehilangan satwa langka, namun juga cerminan dari krisis ekologis yang semakin parah.

Bayangkan, raja hutan Sumatera itu ditemukan sekarat, tubuhnya terlilit jerat hingga menyebabkan luka parah dan pendarahan hebat. Kematiannya yang mengenaskan terjadi di tengah hutan yang seharusnya menjadi rumahnya.

Andri Mardiansyah, Founder yayasan Jejak Harimau Sumatera, mengungkapkan keprihatinannya yang mendalam. "Ini adalah tragedi yang berulang. Harimau Sumatera, yang selama ini menjadi simbol kekuatan dan keanggunan, kini terancam punah akibat ulah manusia," tegasnya.

Dibeberkannya, masih segar dalam ingatan, seekor Harimau Sumatera ditemukan mati terlilit sling jerat babi di area perkebunan warga di Jorong Tikalak, Nagari Tanjung,Beringin Selatan, Kecamatan Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, Selasa 16 Mei 2023. 

Hasil nekropsi, disimpulkan terjadinya pendarahan dibeberapa organ seperti rongga dada, paru-paru, dan pendarahan pada leher. Harimau ini, juga terpapar panas matahari yang sangat tinggi dan hipoksia akut. 

Kamis 25 Juli 2024, kejadian serupa terulang. Satu individu ditemukan mati. Penyebabnya sama, sling jerat. Nagari Sungai Pua, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, tempat ditemukan bangkai Harimau itu.  

Dikatakannya, meski rekam jejak kehidupan Harimau Sumatera diwarnai dengan tradisi dan mitologi kuat yang kemudian mampu menghantarkan pada stratifikasi hewan tertinggi, namun belum mampu menjadi benteng kuat untuk membendung kasus serupa agar tidak lagi terjadi.

"Jika disebut harimau ini sudah menjadi salah satu bagian integral dari identitas budaya yang mencerminkan kekayaan tradisi dan nilai-nilai kearifan lokal, seharusnya kejadian serupa tidak terulang lagi. Dijaga betul agar tidak punah,"kata Andri Mardiansyah.

Disebutkannya, terjadinya jalinan protagonis dan antagonis yang memunculkan dua pemaknaan terhadap harimau Sumatera yakni, sebagai sosok yang disakralkan bahkan dianggap memiliki nilai atau dimensi spiritual serta, sebagai sosok yang mengancam jiwa keselamatan, menjadi tantangan besar konservasi harimau saat ini. 

"Bicara soal konservasi Harimau Sumatera, tidak bisa ditopangkan ke Pemerintah saja, Kementerian LHK melalui BKSDA misalnya. Butuh sinergi yang kuat termasuk dengan seluruh lapisan masyarakat. Pergerakan penyadartahuan, edukasi dan sebagainya harus lebih masif lagi. Tidak stop di acara seremonial saja,"ujar Andri.

Peringatan Global Tiger Day alias Hari Harimau Sedunia yang jatuh pada 29 Juli setiap tahunnya, harus dijadikan momentum penting, ajang refleksi upaya pelestarian dengan serius dan keberlanjutan.

"Ancaman nyata yang dihadapi Harimau Sumatera, termasuk perburuan liar, deforestasi, alih fungsi lahan dan apapun itu namanya yang dapat berujung pada hilangnya habitat alami, menjadi PR besar kita bersama. Perlu kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan organisasi lingkungan untuk melindungi populasi harimau agar tidak mengikuti jejak saudaranya dari tanah Bali dan Jawa yang sudah punah,"tutup Andri Mardiansyah. AN

0 Comments