Oleh Nevi Zuarina Anggota DPR RI
Alhamdulillah, Ramadhan tahun1444 H yang kita tunggu telah tiba. Kita menyambut dengan perasaan senang dan bahagia, dimana sangat banyak peluang ibadah dan kebaikan yang dibalas dengan berkali lipat pahala oleh Allah SWT. Sehingga hanya dengan tekad yang bulat dan sepenuh hati lah kita bisa optimal dan maksimal memacu diri untuk meraih keberkahan di bulan Ramadhan ini. Seperti hal nya kisah Uwais Al-Qarni.
Jika ada sebuah nama yang viral di hati Amirul Mukminin Umar Bin Khattab padahal belum pernah bertemu dengannya, nama itu adalah Uwais Al-Qarni. Umar mendengar namanya langsung dari Nabi.
“Nanti akan datang seseorang bernama Uwais bin Amir bersama serombongan pasukan dari Yaman. Ia berasal dari Murad kemudian dari Qarn. Ia memiliki penyakit kulit kemudian sembuh darinya kecuali bagian satu dirham. Ia punya seorang ibu dan sangat berbakti padanya. Seandainya ia mau bersumpah pada Allah, maka akan diperkenankan yang ia pinta. Jika engkau mampu agar ia meminta pada Allah supaya engkau diampuni, lakukanlah.” (HR. Muslim)
Dalam hadits yang lain, Rasulullah menyebut secara langsung bahwa tabiin terbaik adalah Uwais Al-Qarni. “Sesungguhnya sebaik-baik tabiin adalah laki-laki bernama Uwais. Ia memiliki seorang ibu dan sangat berbakti kepadanya. Jika engkau berumur panjang dan bertemu dengannya, mintalah agar ia memohonkan ampunan Allah untukmu.” (HR. Muslim)
Sejak mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut, Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu tak pernah melupakannya. Setiap ada pasukan Yaman yang ia temui, Umar senantiasa mencari nama Uwais Al-Qarni. Hingga bertahun-tahun setelah Rasulullah wafat, saat pasukan Yaman singgah di Madinah pada suatu hari, Umar akhirnya menjumpai apa yang selama ini ia rindui.
“Apakah di antara kalian ada laki-laki yang bernama Uwais bin Amir?”
“Ya.”
“Dari mana ia berasal?”
“Dari Murad. Tepatnya Qarn.”
Kaum muslimin pun heran. Mengapa Umar mencari Uwais, sosok yang tidak begitu penting dalam pasukan Yaman. Yang dicari pun lebih suka menyendiri.
Umar memperhatikan Uwais dengan seksama. Dipandanginya wajah teduh yang nama dan kemuliannya disebut langsung oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu. Lalu ia menyelidiki sebuah tanda. Senoktah bekas sakit kulit di lengannya.
Penampilannya sangat sederhana. Bahkan tidak dianggap oleh kaumnya. Namun, doanya sangat mustajabah. Umar menceritakan hadits yang ia dengar langsung dari Rasulullah, lalu memintanya untuk memohon ampunan kepada Allah untuk dirinya.
Demi disebut nama Allah dan Rasul-Nya, Uwais pun mendoakan Umar. Lalu pergi entah ke mana. Ia tidak mau kisahnya viral lalu orang-orang memujanya. Ia selalu menjauhi popularitas dunia.
Mengapa Uwais demikian mulia di hadapan Allah dan doanya sangat mustajabah? Jawabannya seperti pada hadits di atas. Selain hatinya bersih, Uwais sangat berbakti kepada ibunya.
Pernah suatu ketika, sang ibu mengatakan keinginannya untuk naik haji. Uwais sangat mendukung keinginan ibu. Ia sempat sedih karena tidak memiliki unta dan sekedupnya yang bisa membawa ibu dengan nyaman menuju Tanah Suci untuk berhaji. Namun, Uwais mendapatkan ide cemerlang yang akan membuat ibunya lebih nyaman daripada naik unta.
Hari demi hari berikutnya menjadi saat-saat penuh perjuangan bagi Uwais. Ia berlatih dengan mengangkat seekor lembu di atas punggung, membawanya berlari-lari kecil naik turun bukit. Pekan berganti pekan, Uwais terus berlatih mengangkat lembu yang semakin bertambah beratnya. Orang-orang yang melihatnya menganggap Uwais telah gila.
Bulan demi bulan pun berlalu. Uwais terus berlatih tanpa peduli komentar dan ejekan orang. Menjelang keberangkatan haji, bobot lembu itu telah mencapai 100 Kg, lebih berat dari tubuh ibunya. Maka begitu tiba musim haji, Uwais menggendeng ibunya dari Yaman menuju Makkah. Thawaf, sai, perjalanan ke Arafah. Hingga akhirnya kembali pulang ke rumah. Kebersihan hati dan mujahadah yang luar biasa dalam berbakti kepada ibunda membuat doanya sangat mustajabah. Uwais dianggap biasa saja oleh manusia saat itu bahkan dijuluki gila oleh masyarakat, tetapi namanya terkenal di langit. Hingga Allah mengabarkan kepada Rasulullah, lalu Rasulullah mensabdakan kepada sahabatnya. Kini, hampir setiap muslim mengenal namanya.
Kesungguhan Uwais, mujahadah Uwais dalam berbakti kepada ibunda seharusnya juga menjadi semangat mujahadah kita di bulan Ramadhan yang mulia. Sekuat tenaga kita kerahkan segala upaya agar bisa menunaikan puasa dan ibadah Ramadhan sebaik-baiknya sejak hari pertama. Mungkin makin lama, mendekati idulfitri nanti, tantangan kita semakin berat seperti berat lembu yang makin bertambah di pundak Uwais. Namun, dengan kesungguhan setiap waktu, beban berat itu tetap kuat Uwais angkat. Sehingga Allah memuliakannya sampai saat ini.
Demikian pula bagaimana kita seharusnya memiliki keteguhan hati dan kebulatan tekad di bulan ramadhan ini. Akan banyak godaan dan ujian menjelang lebaran. Seperti berburu baju lebaran dengan diskon menarik, kesibukkan di dapur memasak berbagai rupa kue-kue dan makanan. Dan lain sebagainya. Sehingga bisa membuat kita meninggalkan masjid beralih ke mall. Padahal kita sudah mengazamkan akan ber sungguh-sungguh sejak hari pertama dan terus menerus menggendong amal-amal Ramadhan sekuat tenaga.
Sepenuh energi kita persembahkan amal-amal terbaik di bulan suci ini. Mulai dari puasa, shalat tarawih, tilawah Al-Qur’an, dzikir, sedekah, dan amal-amal lainnya. Dan semoga Allah masukkan kita ke dalam golongan hamba-Nya yang bertaqwa. Sebagaimana tujuan puasa dalam firman-Nya:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa. (QS. Al-Baqarah: 183)
Ketika kita telah menjadi hamba-Nya yang bertaqwa, semoga Allah mencurahkan rida kepada kita dan tiada tempat kembali selain surga-Nya.
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam surga dan kenikmatan. (QS. At-Thur: 17)
Semoga Allah menjaga kesehatan kita, menganugerahkan kekuatan beribadah secara optimal di bulan Ramadhan, mengokohkan mujahadah kita, dan kelak mempertemukan kita semua dalam rida dan surga-Nya.
Wallahu’alam bishowab
0 Comments