Oleh : K Suheimi
Orang tua bertongkat itu tertatih tatih berjalan tawaf mengelilingi Ka’bah. Bahu kanannya basah kuyup oleh keringat. Pakaian Ihramnya pun demikian. Setiap yang berpakaian Ihram tawaf di Ka'bah bahu kanannya harus terbuka, selesai tawaf baru bahu ini ditutup.
Bukan hanya bahunya saja yg basah kuyup oleh keringat, Teriknya Matahari ba'da zuhur itu memercikkan keringat di sekujur tubuhnya. Tubuhnya yang terbongkok itu diseretnya terus dengan tongkat yang menopang badannya, Rambutnya yang putih, tipis dan jarang tampak berkilat dan basah ditempa teriknya siang itu.
Hampir saja dia terjatuh akibat desakan dan keramaian orang yang tawaf di penghujung bulan Ramadhan Senin 29 sept 2008, itu adalah hari terakhir berpuasa, setiap orang berusaha mengumpul dan berbuat amal dan ibadah sebanyak-banyaknya dan melafaskan serta memanjatkan do’a. Apalagi amal ibadah dan do'a ketika tawaf lebih makbul.
Banyak yang asyik berdo'a sambil membaca buku kecil yang berisi do'a-do'a indah. Membaca buku kecil berdo'a sambil tawaf di keliling ka'bah tanpa tersadari bisa mendorong atau terdorong orang. Nah ketika pak tua bertongkat dengan muka dan kulit loyo itu terdorong serta hampir jatuh saya lindungi dia,
Tangan kanan memegang pondak istri supaya jangan terpisah, tangan kiri saya gunakan sebagai tameng melindungi orang tua bertongkat itu. Tak saya biarkan dia nempel dengan orang lain takut dia terdorong dan terjatuh. "Syukran" katanya lembut menatap mata saya, sayapun mengangguk.
Berkeliling kami mengelilingi Ka'bah tawaf di siang yang panas mielndungi pak tua dengan tangan kanan di bahu istri agar jangan terpisah.
Ternyata itulah tawaf yang termudah dan terlapang yang saya pernah rasakan setelah sekian kali bertawaf. Orang-orang pada memberi dan melapangkan jalan, sehingga tawaf kami lancar, lapang dan mudah. Ingat saya pesan Rasul"mudahkanlah,kamu dimudahkan. Lapangkanlah kamu dilapangkan"
Kini saya merenung siapakah yang menolong dan siapakah yang ditolong? Jujur saya katakan orang tua bertongkat itulah yang banyak nebolong saya. Kerna orang tua lemah dan tertatih-tatih bertongkat, maka orang memberi serta melapangkan jalan.
Orang tua itulah yang menghantarkan kami mendekat dan mendekati Ka'bah. orang tua itulah yang membukakan jalan dan mengarahkan kemana kaki akan dilangkahkan. Bersama orang tua itulah kami merasa damai, dan tentram. Orang tua itulah yg menyebabkan perasaan kami jadi tenang.
Saya berpisah sebelum tahu siapa nama dan apa kebangsaannya. Kami harus melaksanakan ibadah lain berdo’a di Multazam didepan pintiu Ka;bah shalat sunat di maqam Ibrahim. Hari itu tawaf kami akhir dengan shalat di Hijir Ismail. Hijir Ismael tempat Nabi ismael dikurbankan
Di Hijair Ismatl itulah Nabi Ibrahim mengguroh merih anaknya Ismael, ketika sang anak dengan pasrah melandaskan lehernya diatas sebuah batu. Disaat pisau yang sudah diasah setajam-tajamnya dan kaki dan tangan Ismael sudah di ikat sekuat-kuatnya.
Tenyata sebagai ayah Ibrahim tak tega ia melengos Saat itulah Allah menganti Ismael dengan seekor kibas
Tidak mudah dan selalu penuh perjuangan memasuki Hijr Ismael, tapi di siang itu mudah sekali kami masuk kesana. Istri saya mendapat tempat yang lebih lapang. Lama dia shalat dan lama dia berdo'a. Saya perhatikan untaian air mata jatuh berderai membasahi pipinya. Do’a yang tulus terlafas dari bibir yang kering dan rengkah di siang terik di hari itu.
Kami telah dimufahkan dan dilapangkan oleh orang tua bertongkat. Dalam kehidupan saya rasa juga demikian. Sering yang ditolong itulah yang sesunsungguhnya menolong. Kalau ingin ditolong, tolonglah. “Irhammu filardh yarhamkum fissamaak" Kasihanilah yang di Bumi maka yang dilangit akan mengasii mu.
Didekat Hijir Ismael itu saya kecup kening istri saya dan saya ucapkan “Selamat ulang Tahun, Hari ini genap 61 tahun usianya, smoga Allah menerangi sisa hidup kami yang tertinggal, semoga sisa hidup ini diakhiri kelak dalam pengabdian pada Nya. Aamin
Masjidil Haram 29 sept 2008
0 Comments