JAKARTA-Anggota DPR RI Komisi VI, Hj. Nevi Zuairina memperhatikan kenaikan harga komoditas untuk menunjang keberlangsungan rumah-tangga masyarakat Indonesia.
Dia meminta pemerintah dalam waktu cepat dapat menyelesaikan persoalan ini dalam waktu jangka pendek. Pasalnya, situasi yang makin hari makin memburuk terhadap tata niaga pangan dan energi ini masih terus berlangsung. Padahal kementerian perdagangan selalu menjanjikan harga normal dan stok aman menjelang puasa dan Lebaran seperti minyak goreng, akan tetapi kenyataan di lapangan berbanding terbalik.
“Belum selesai masalah kenaikan dan kelangkaan minyak goreng dan kedelai, sekarang harga daging sapi mulai naik. Belum lagi gas elpiji non subsidi yang juga naik. Saya menyarankan kepada pemerintah agar membentuk tim khusus yang dapat menangani persoalan pangan dan energi ini sehingga pengendalian harga jelang puasa dan Lebaran dapat dilakukan. Team terdiri berbagai lembaga institusi kementerian di bawah kemenko perekonomian”, Saran Nevi.
Politisi PKS ini menjabarkan, bahwa selain dampak pandemi yang terus berlangsung di negara ini, Perang Rusia-Ukraina yang pecah pada, Kamis (24/2/2022), telah membuat inflasi Indonesia melambung. Hal itu, terutama dipicu kenaikan harga komoditas energi dan sumber daya mineral di pasar global. Bahkan negara-negara di dunia yang sebelumnya inflasi pangan hanya sekitar 1%, kini sudah ada yang mencapai 7% akibat kenaikan harga pangan.
Nevi menambahkan, Saat ini, harga komoditas energi dan sumber daya mineral, seperti minyak mentah, CPO, dan komoditas mineral seperti nikel dan batu bara sudah melonjak. Harganya diperkirakan akan semakin melambung seiring pecahnya perang rusia-Ukraina. Hal ini akan membuat permintaan dunia tinggi, sementara pasokan berkurang, sehingga inflasi akan meningkat, termasuk di Indonesia.
“Pemerintah harus memastikan stok kebutuhan pangan tercukupi untuk 6 bulan ke depan. Negara mesti dapat memanfaatkan penggunaan sumberdaya dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan dan bahan baku yang terkait dengan energi (seperti batubara untuk listrik), sebagai upaya mengurangi ketergantungan terhadap impor”, tutur Nevi.
Legislator asal Sumatera Barat II ini mengingatkan bahwa Nilai impor minyak goreng negara ini sangat tinggi. Padahal kenyataan bahwa negara Indonesia produsen minyak goreng terbesar di Indonesia, tapi data menunjukkan pada tahun lalu importasi minyak goreng mencapai US$ 93,3 juta atau Rp 1,34 triliun (kurs Rp 14.408/US$). Nilai ini naik 38,34% dibandingkan tahun sebelumnya. Secara rinci impor minyak goreng berasal dari lima negara utama. Terbesar dari negara tetangga Malaysia sebanyak 19,26 juta dan kemudian disusul dari negara Thailand sebanyak 16,5 juta kilogram. Selanjutnya impor berasal dari Australia dengan volume sebanyak 6 juta kg, serta dari Spanyol sebanyak 1,3 juta kg dan dari Italia sebanyak 1,29 juta kg.
Mengutip dari data yang beredar, Nevi mengatakan, pada Januari 2022 impor minyak goreng nabati tercatat sebanyak 4,42 juta kg. Jumlah ini naik 4,37% dibandingkan Januari 2021 sebanyak 4,23 juta kg, setara dengan US$ 8,2 juta atau naik 42,29% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
“Pemerintah harus mengawasi distribusi kebutuhan bahan pokok seperti minyak goreng, sehingga tidak terjadi penimbunan yang bisa mengakibatkan lonjakan harga. Pada jangka panjang, Alternatif sumber pangan lokal harus mulai dibangun dengan mengupayakan substitusi. Sebab, Indonesia memiliki keanekaragaman komoditas pangan yang sejatinya bisa dimanfaatkan”, tutup Nevi Zuairina.
0 Comments